2. Sejarah berdirinya Gereja Katolik di Indonesia Abad 15-16
Menurut Th. van den End, Misi Gereja Katolik dari Eropa ke Indonesia datang ke Indonesia bersamaan dengan tindakan kekuasaan bangsa Portugis di Indonesia. Bangsa ini selain memperluas kekuasaan Politik dan Ekonomi di Indonesia, mereka ( bangsa Portugis) juga merasa bertanggung jawab atas penyiaran agama Kristen ( Van den End, 2005:28). Terlebih Paus pada waktu itu mendorong setiap Raja Portugis agar mewartakan Iman Kristen Katolik didaerah kekuasaannya di seberang laut atau daerah jajahan Portugis. Raja-raja Portugis diberi hak “Padroado” yaitu bertanggung jawab dalam perluasan misi Katolik didaerah jajahan, dalam arti Raja Portugis diberi hak untuk mengurus sendiri segala sesuatu yang menyangkut dengan Gereja dan Misi di daerah jajahan. Raja Portugis boleh memilih dan mengangkat Uskup di daerah jajahannya dan berhak mengirim misionaris ke daerah jajahan (Van den End, 2005:29)
Dari paparan diatas kita melihat misi Gereja datang bersamaan dengan kepentingan politik – ekonomi, oleh karena itu sering Agama Kristen dicap sebagai agama penjajah. Hal ini kadang ditemui dalam interaksi penginjilan kepada orang-orang tua non Kristen yang mengalami jajahan bisaanya mereka katakan Agama Kristen adalah agama penjajah. Maka salah satu manfaat dari belajar Sejarah Gereja Indonesia adalah memberi jawab kepada mereka bahwa agama Kristen bukan agama penjajah. Hanya misi Kristen datang bersamaan dengan kepentingan politik dan ekonomi dua bangsa yang pernah menjajah Indonesia (Van den End 2005:23).
Hak “padroado” adalah hak dimana Pemerintah Portugis di daerah jajahan berhak mendukung dan melindungi Gereja, karena Kaisar adalah majikan Gereja atau pelindung Gereja. Segala kebutuhan Gereja dibiayai oleh Negara/Kaisar Portugis, atau tugas Negara (Portugis) adalah melayani Gereja, melindungi iman Kristen dari serangan musuh-musuhnya dan mendukung pemberitaan atau penyiaran keluar (Van den End, 2005:23)
1. Misi Gereja Katolik di Maluku Tahun 1540
Orang-orang Portugis setelah menguasai Malaka, pusat perdagangan di Asia Tenggara pada waktu itu, dan melanjutkan penaklukkan daerah penghasil rempah-rempah yaitu di Maluku. Sultan Ternate menerima kedatangan bangsa Portugis dan mengizinkan bangsa Portugis membangun benteng di Ternate. Selanjutnya pulau Ternate menjadi pangkalan tentara dan saudagar-saudagar Portugis di Indonesia Timur. Selain itu Ternate juga menjadi pusat misi Gereja Katolik untuk Indonesia Timur (Van den End, 2005:36).
Dibenteng Portugis Ternate, pemerintah Portugis mengirim satu atau beberapa imam untuk mengadakan pemeliharaan rohani bagi tentara-tentara Portugis dan pedagang-pedagang Portugis yang tinggal di benteng. Para imam itu nampaknya tidak mengadakan penyiaran iman Kristen kepada orang-orang non Portugis sebagai tugas utama mereka, orang-orang bukan Portugis seperti di Halmahera tertarik masuk Kristen karena kesaksian kaum awam. Mereka yang tertarik menjadi Kristen di Halmahera menjadi awal mulainya berdiri Gereja di Halmahera.
Dikampung-kampung lain agama Islam sudah terasa kuat, kecuali di Mamuya penduduk masih menganut agama nenek moyang. Pada suatu saat datanglah seorang pedagang Portugis untuk berdagang di Mamuya. Ketika orang-orang Mamuya meminta bantuan karna orang-orang Mamuya sering diganggu kampung-kampung di sekitarnya maka pedagang Portugis memperkenalkan kepada kepala kampung Mamuya untuk meminta perlindungan kepada orang-orang/tentara Portugis di Ternate. Kepala kampung Mamuya selanjutnya setuju atas tawaran itu dan mengirim utusan ke Mamuya untuk mengadakan hubungan dengan Portugis. Setibanya di Ternate utusan-utusan dari kampung Mamuya itu di bawa kepada seorang imam Portugis di benteng Ternate. Imam itu memberi pelajaran Agama Kristen kepada mereka lalu mereka di baptis, setelah itu mereka pulang ke Mamuya (Van den End, 2005:38-39).
Ketika kepala kampung itu menerima laporan dari utusan-utusannya maka iapun sangat bergembira dan berencana ke Ternate. Ia dijemput oleh Panglima Portugis dan berangkat ke Ternate. Setelah tiba di benteng Portugis di Ternate, kepala kampung tersebut diberi pelajaran iman Kristen dan setelah itu dibaptis. Ia diberi gelar bangsawan Portugis yaitu: Don Joao (diucapkan: Yoang). Ketika kembali ke kampungnya, ia disertai oleh seorang imam Katolik yaitu Simon Vaz. Dengan kesediaan orang Mamuya untuk menerima baptisan maka Don Joao bersama isi kampungnya dimasukkan dalam masyarakat Kristen Portugis atau menjadi awal mula berdirinya Gereja Katolik Di Mamuya (Van den End, 2005: 38-39)
Dari penerapan ini kita berkesimpulan bahwa Gereja Katolik di Mamuya dimulai dengan respon orang-orang dalam kampung Mamuya yang bersedia masuk Kristen, dengan kata lain sejak saat itu Gereja Katolik dimulai di mamuya. Metode misi yang dipakai adalah memakai pendekatan kekuasaan politis bangsa Portugis, artinya kekuasaan politis merupakan factor yang mendorong orang-orang di Mamuya masuk Kristen. Namun tidak terlalu mutlak juga dikatakan demikian kaena ternyata kepala kampung Mamuya yang menjadi Kristen dan diberi gelar bangsawan: Don Joao dapat bertahan dalam iman Kristen ketika ia dipaksa dan diancam untuk menyangkal imannya dan masuk Islam namun dia tetap mempertahankan imannya. Ini artinya unsur kekuasaan politik bukanlah satu-satunya factor pendorong orang masuk Kristen tetapi lebih dari itu adalah factor Teologis yaitu panggilan Tuhan. Metode yang lain yaitu orang Kristen Portugis masuk ke daerah melalui cara berdagang sambil mencari peluang untuk menyiarkan iman Kristen atau peluasan perdagangan diikuti dengan perluasan penyiaran iman Kristen. Perdagangan bergandeng tangan dengan penyiaran agama ( Van den End 2005:40).
Selain metode diatas misalnya melaui seorang Rahib Fransiskan, yaitu Simon Vaz, ia memberitakan iman Kristen dan ditopang oleh teladan hidupnya berhasil membuat orang-orang dikampung Mamuya dan kampung-kampung lain menjadi Kristen. Metode misi yang pernah dipakai di Maluku selain metode-metode diatas, seperti metode menghafal rumusan pokok-pokok iman Kristen, seperti doa Bapa Kami, Pengakuan Iman Rasuli, Salah Maria yang kadang disampaikan dalam bahasa Portugis dan bahasa melayu ( Van den End, 2005:40).
Kadang orang-orang di Halmahera menjadi Kristen karena melihat kepribadian orang Kristen, seperti Antonio Galvao (1536-1540). Ia adalah panglima Portugis yang ditugaskan di Ternate. Galvao memiliki kepribadian yang mempesona orang-orang non Kristen. Ia adalah seorang yang bijaksana dalam memimpin pemerintahan di Ternate. Pada zaman Antonio Galvao misi mendapat peluang. Bahkan beberapa tokok masyarakat Ternate masuk Kristen dengan kemauan sendiri tanpa paksaan kekuasan Potugal di Ternate, tetapi tertarik dengan kepribadian Antonio Galvao. Bahkan di Sulawesi Selatan meminta supaya dikirim beberapa imam kesana. Jadi pada masa kepemimpinan panglima Portugis yaitu Antonio Galvao di Ternate Kekristenan dan misinya disambut secara baik ( Van den End ,2005:41).
Akan tetapi Galvao diganti dengan panglima yang lain maka usaha misi tidak diperhatikan secara baik karena baik panglima yang mengantikan Antonio dan penganti pastor terlalu sibuk dengan urusan dagang maka pekerjaan misi di Maluku Utara menjadi merosot.
0 komentar:
Posting Komentar